Khutbah Idul Fitri 1432 H.
MEWUJUDKAN HAKIKAT TAQWA
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah.
Ramadhan yang telah kita akhiri memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kita, hal ini karena ibadah Ramadhan yang salah satunya adalah berpuasa memberikan nilai pembinaan yang sangat dalam, yakni mengokohkan dan memantapkan ketaqwaan kita kepada Allah swt, sesuatu yang amat kita butuhkan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Agar pencapaian peningkatan taqwa bisa kita raih dan dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari, menjadi penting bagi kita memahami hakikat taqwa yang sesungguhnya. Dalam bukunya Ahlur Rahmah, Syekh Thaha Abdullah al Afifi mengutip ungkapan sahabat Nabi Muhammad SAW yakni Ali bin Abi Thalib ra tentang taqwa, yaitu:
?“ Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit) ”
Dari ungkapan sahabat Ali bin Abi Thalib di atas, ada empat hakikat taqwa yang harus ada pada diri kita masing-masing dan hal ini bisa menjadi tolok ukur keberhasilan ibadah Ramadhan kita.
Pertama, “Al-Khoufu minal Jalili “ yaitu Takut Kepada Allah Robb semesta alam yang Maha Agung. Salah satu sifat dan sikap batin yang harus dimiliki oleh orang yang bertaqwa i adalah rasa takut kepada Allah swt. Takut kepada Allah bukanlah seperti kita takut kepada binatang buas yang menyebabkan kita harus menjauhinya, tapi takut kepada Allah swt adalah takut kepada murka, siksa dan azab-Nya sehingga hal-hal yang bisa mendatangkan murka, siksa dan azab Allah swt harus kita jauhi. Sedangkan Allah swt sendiri harus kita dekati, inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Karena itu, orang yang takut kepada Allah swt tidak akan melakukan penyimpangan dari segala ketentuan-Nya. Namun sebagai manusia biasa, mungkin saja seseorang melakukan kesalahan, karenanya bila kesalahan dilakukan, hendaknya dia segera bertaubat kepada Allah swt dan jika kesalahan yang dilakukannya berhubungan dengan orang lain hendaklah ia juga meminta maaf kepada orang yang dia bersalah kepadanya, bahkan bila ada hak orang lain yang diambilnya, maka dia harus mengembalikannya. Begitupula jika kesalahan yang dilakukan ada jenis hukumannya, maka iapun bersedia dengan dengan rela-hati dan kesadaran penuh dihukum bahkan meminta dihukum sehingga ia tidak akan menghindar dari hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Didalam kitabNya Allah swt berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”(QS Ali Imran [3]:133).
Sebagai contoh, pada masa Rasulullah SAW ada seorang wanita yang berzina dan ia amat menyesalinya, dari perzinahan itu, ia hamil dan sesudah bertaubat iapun datang kepada Rasulullah SAW untuk minta dihukum sesuai dengan hukum Allah SWT, namun Rasulullah SAW tidak menghukumnya saat itu karena kehamilan yang melibatkan janin yang ada dalam kandungannya yang tidak bersalah harus dipelihara oleh wanita tersebut. Sesudah melahirkan dan menyusui anaknya, maka wanita itu dihukum sebagaimana hukuman yang ditentukan syariat untuk pezina yang menyebabkan kematiannya, saat Rasulullah SAW menshalatkan jenazahnya, Sahabat Umar bin Khattab mempersoalkannya karena ia wanita pezina, Rasulullah kemudian bersabda:
“Ia telah bertaubat, suatu taubat yang seandainya dibagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari seorang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum Allah?” (HR. Muslim).
Allahuakbar 3x walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah,
Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya mendidik kita untuk menjadi orang yang takut atau taqwa kepada Allah swt yang membuat kita akan selalu menyesuaikan diri dengan segala ketentuan-ketentuan-Nya. Kalau kita ukur dari sisi ini, kenyataan menunjukkan bahwa sering sekali kita tidak takut atau tidak bertaqwa kepada Allah swt. Maka renungkanlah,... sudah tercapaikah tujuan puasa yang diharapkan seperti firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 183
“Wahai Orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pula atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa” [QSAl-Baqoroh [2] :183]
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Hakikat taqwa yang Kedua kata Ali bin Abi Thalib ra. adalah “ Al-‘Amalu Bit-Tanzili “ yakni Beramal Berdasarkan Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT berupa Al-Quran. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt untuk menjadi petunjuk bagi manusia agar bisa bertaqwa kepada-Nya. Karena itu, orang yang bertaqwa akan selalu beramal atau melakukan sesuatu berdasarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt, termasuk wahyu dalam hal ini adalah Al-Hadits atau Sunnah Rasulullah saw karena ucapan dan prilaku Nabi Muhammada SAW memang didasari oleh wahyu, Sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan dia (Muhammad SAW ) tidaklah berbicara berdasarkan hawa nafsu (keinginan pribadinya), dia (Muhammada SAW) berbicara tidak lain berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya” (QS................[ ]..........)
Dengan kata lain, seseorang disebut bertaqwa bila melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya, baik yang termuat didalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi Muhammada SAW yang jelas keasliannya.
Dalam konteks inilah, menjadi amat penting bagi kita untuk selalu mengkaji al-Quran dan Al-Hadits. Sebab, bagaimana mungkin kita akan beramal sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits bila kita tidak memahaminya, dan bagaimana pula kita bisa memahaminya bila kita tidak bisa membaca dan tidak mau mengkaji keduanya.
Dalam kehidupan para sahabat, mereka selalu berusaha untuk beramal berdasarkan Al-Qur’an atau wahyu, karenanya mereka berusaha mengkajinya kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat lainya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang suka bertanya baik kepada Rasulullah SAW sebagai sumber utama ataupun kepada sahabat lainnya mengenai penjelasan suatu ayat yang diturunkan . Meskipun mereka suka melakukan sesuatu, tapi....., bila ternyata wahyu (Al-Qur;an) dan Nabi Muhammad SAW (Al-Hadits) tidak membenarkan apa yang mereka lakukan, maka merekapun berusaha untuk meninggalkannya.
Sebagai contoh, suatu ketika ada beberapa orang sahabat yang dahulunya beragama Yahudi, mereka ingin sekali bisa melaksanakan lagi ibadah pada hari Sabtu dan menjalankan kitab taurat, tapi turun firman Allah swt yang membuat mereka tidak jadi melakukannya, ayat itu adalah:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah [2]:208).
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Ketiga yang merupakan hakikat taqwa menurut Ali bin Abi Thalib ra yang harus kita hasilkan dari ibadah Ramadhan kita adalah “Al-isti’dadu liyaumi-rrohiili” yaitu Mempersiapkan Diri Untuk Menghadapi Perjalanan Panjang Menuju Akhirat. Mati merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap orang dan kita tidak mungkin lari daripadanya. Keyakinan kita menunjukkan bahwa mati bukanlah akhir dari segalanya, tapi mati justeru awal dari kehidupan baru, yakni kehidupan akhirat, yang enak dan tidaknya sangat tergantung pada keimanan dan amal shaleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini. Karena itu, orang yang bertaqwa atau orang yang takut kepada Allah SWT, akan selalu mempersiapkan dirinya dalam kehidupan di dunia ini untuk kebahagiaan kehidupan di akhirat nanti.
Bila kita sudah menyadari kepastian adanya kematian, maka kita tidak akan menyia-nyiakan kehidupan di dunia yang tidak lama dan hanya sementara ini. Kita akan berusaha mengefektifkan perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang bisa memberikan nilai positif, sebagai apapun kita dan dimanapun posisi kita. Karena itu bila kita tidak efektif dan orang mengkritik kita, harus kita terima kritik itu dengan senang hati.
Dalam hal ini kita dapat mengabil contoh dari seorang Khalifah pada masa kejayaan Daulah Islamiyah yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz .
Ketika Umar bin Abdul Aziz telah menerima jabatan sebagai Khalifah, yakni sebagai kepala negara dalam sistem pemerintahan Islam, Beliau merasa perlu beristirahat karena kondisi badannya yang sudah amat lelah dan mata yang sudah amat mengantuk, apalagi ia baru saja mengurus keluarganya yang meninggal yakni Khalifah Sulaiman. Baru saja dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan meletakkan kepalanya di atas bantal, tiba-tiba datang anaknya yang bernama Abdul Malik lalu berkata: “Ayahanda, apa yang akan ayahanda lakukan sekarang?”.
“Aku ingin istirahat sejenak anakku”, jawab Umar bin Abdul Aziz.
Anaknya Abdul Malik bertanya lagi “Apakah ayahanda akan beristirahat, padahal ayahanda belum mengembalikan harta rakyat yang dirampas secara zalim kepada yang berhak?”.
Umar bin Abdul Aziz berkata “Aku akan lakukan semua itu nanti setelah zuhur, semalam aku tidak bisa tidur karena mengurus (pemakaman jenazah) pamanmu”, jawab Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Anaknya melontarkan pertanyaan lagi “Ayahanda, siapa yang bisa memberi jaminan bahwa ayahanda akan tetap hidup sampai zuhur nanti?”.
Mendengar pertanyaan anaknya itu, sebagai orang yang bertaqwa, yang takut kepada Allah ‘Azza Wajalla, meskipun dalam kondisi yang sangat lelah sekali, bukannya Khalifah Umar bin Abdul Aziz marah kepada anaknya, tetapi justru pertanyaan anaknya ini serasa sengatan api neraka yang membakar semangat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sehingga seperti hilang rasa ngantuk dan lelah yang dialaminya, lalu Beliau berkata: “Nak…mendekatlah kepadaku”.
Setelah anaknya Abdul Malik mendekat, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mencium keningnya lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku anak keturunan yang membantuku dalam agamaku”.
Sejurus kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera bangkit dari tempat tidurnya dan iapun mengumumkan: “Barangsiapa yang hartanya telah diambil secara zalim (oleh penguasa sebelum aku) maka hendaklah ia mengangkat permasalahannya kepadaku”.
Allahuakbr 3x Walillahilhamdu
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah,
Efektifitas waktu hidup yang digunakan dalam mengurus Khilafah Islamiyah (yakni, semacam negara pada saat ini) membuat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai kesulitan mencari orang yang berhak menerima zakat atau mustahiq karena tingkat kesejahteraan masyarakat yang begitu tingggi dan merata dan hal semacam ini belum pernah terjadi lagi pada masa ini. Harus kita akui bahwa masih banyak diantara kita yang merasa mati masih lama sekali sehingga tidak muncul dari kita amal shaleh, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun organisasi sosial dan politik, keluhan kita adalah tidak punya waktu, kekurangan waktu, padahal seringkali kita berleha-leha membuang waktu, baik hanya sekedar membaca koran, komik, nonton TV, melakukan hobi, dan lain sebagainya yang sifatnya hanya membuang waktu dan tidak melakukan amal shaleh, karena itu Allah swt mengingatkan kita semua didalam Kitab Kitab-Nya yang Mulia:
“ Katakanla (hai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kebanyakan kalian, hanya saja aku diberi wahyu untuk menyampaikan, bahwasanya Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa, maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS Al Kahfi [18]:110).
Manakala seseorang sudah melakukan segala sesuatu sebagai bentuk persiapan untuk kehidupan sesudah kematian, maka orang seperti inilah yang disebut dengan orang yang cerdas, meskipun ia bukan sarjana. Karena itu, Rasulullah saw bersabda:
Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal bagi kehidupan sesudah mati (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Hakim).
Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt.
Hakikat taqwa yang Keempat menurut Ali bin Abi Thalib adalah “ Ar-Ridha bil Qolili “ yaitu” Rela, Meskipun Mendapatkan Sesuatu Yang Sedikit dari Allah SWT”. Setiap kita pasti ingin mendapat sesuatu khususnya harta dalam jumlah yang banyak sehingga bisa mencukupi diri dan keluarga serta bisa berbagi kepada orang lain. Namun keinginan tidak selalu sejalan dengan kenyataan, ada saat dimana kita mendapatkan banyak, tapi pada saat lain kita mendapatkan sedikit, bahkan sangat sedikit dan tidak cukup. Orang yang bertaqwa..., yang takut kepada Allah SWT, selalu ridha dan menerima apa yang diperolehnya meskipun jumlahnya sedikit, inilah yang disebut dengan qana’ah, sedangkan kekurangan dari apa yang diharapkan bisa dicari lagi dengan penuh kesungguhan dan cara yang halal. Korupsi yang menjadi penyakit bangsa kita hingga sekarang dan menjadi tayangan rutin setiap hari di Televisi adalah salah satu contoh, karena tidak ada sikap ridha menerima yang menjadi haknya, akibatnya ia masih saja mengambil hak orang lain yang merupakan hak rakyat banyak, baik dengan cara terang-terangan maupun dengan cara membuat aturan yang pada hakekatnya adalah untuk merampas harta negara alias harta rakyat, karenanya Allah swt mengingatkan kita semua dalam firman-Nya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. (QS Al Baqarah [2]:188).
Allahuakbar 3x, walillahilhamdu,
Jamaah shalat idul fitri rahimakumullah
Sikap menerima membuat kita bisa bersyukur dan bersyukur membuat kita akan memperoleh rizki dalam jumlah yang lebih banyak, bahkan bila jumlahnya belum juga lebih banyak, rasa syukur membuat kita bisa merasakan sesuatu yang sedikit terasa seperti banyak sehingga yang merasakan manfaatnya tidak hanya kita dan keluarga tapi juga orang lain. Inilah diantara makna yang harus kita tangkap dari firman Allah swt:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim [14]:7).
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa bertaqwa kepada Allah swt memerlukan kesungguhan hati, sehingga kita dituntut untuk bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Akhirnya, marilah kita jadikan momentum idul fitri ini sebagai penggugah jiwa kita untuk meningkatkan ketaqwaannya ke pada Allah SWT.
Do'a untuk Khutbah II
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selamakami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka
Khutbah Idul Fitri 1432 H ini diambil dari sumber lain oleh Pondok Bekam Indonesia untuk diposting oleh beberapa blog yang merupakan support system Pondok Bekam Indonesia antara lain : bekamdisurabaya | bekamwanitasurabaya | bekamdisurabaya |bekam surabaya | kliniksehatsby | kliniksehat di surabaya | tulisan ini sudah mengalami bebeapa perubahan tanpa merubah ide pokoknya, sumber asli dapat anda lihat di :
http://www.eramuslim.com/ramadhan/hikmah-ramadhan/khutbah-idul-fitri-1431-h-mewujudkan-hakikat-taqwa.htm
Khutbah Idul Fitri 1431 H.
MEWUJUDKAN HAKIKAT TAQWA
Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Penulis 26 Buku, Ketua LPPD Khairu Ummah
Pemimpin Redaksi www.nuansaislam.com
Email: ayani_ku@yahoo.co.id. HP 08129021953
KHUTBAH IDUL FITRI 1432
Written By Pondok Bekam Indonesia on Sabtu, 27 Agustus 2011 | 11.11
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar
Kami menghargai komentar yang membangun....